Tuesday 10 February 2009

Karakter Kasih (1 Korintus 13:4-8a)

Asal-Usul Hari Kasih Sayang

Dalam buku Selamat Umur panjang, Pdt. Andar Ismail menjelaskan tentang asal-usul hari kasih sayang. Ia menjadi Uskup di Terni, Italia yang menyayangi dan disayangi banyak orang. Khotbah-khotbahnya sering bertema tentang kasih sayang Tuhan Yesus kepada semua orang tanpa membedakan kedudukan atau asal-usulnya.

Ketika kaisar Claudius menghambat umat Kristen, Pastor Valentine ditangkap, namun dari dalam penjara di mana ia dianiaya, Pastor Valentine mengingat semua orang yang dicintainya. Dalam sel penjara tiap hari ia membuat kad bergambar hati dengan ucapan aku cinta padamu. Kad-kad itu dikirim satu persatu kepada tiap orang yang dicintainya.

Semua orang di dalam penjara itu juga merasakan kasih sayang Valentine. Mereka menampalkan kad bergambar hati di sel mereka masing-masing. Setelah valentine dihukum mati, orang-orang di penjara itu melanjutkan kebiasaan membuat dan mengirimkan kad bergambar hati.

Kemudian hari gereja menyatakan Valentine sebagai seorang santo. Dan pada 14 Februari dirayakan sebagai hari Santo Valentine, sebab menurut tradisi yang dapat dipercaya, ia lahir pada tanggal 14 Februari tahun 270.

Karakter Kasih
Semua orang mengaku memiliki kasih, namun sedikit yang telah merasakan kekuatan, pengertian, dan komitmennya yang luar biasa. Kita melihat fakta itu saat orang yang menikah menyatakan janji bahwa mereka akan menjaga pernikahan mereka selama mereka saling mengasihi.

Mereka tidak memiliki pengertian kasih yang sesungguhnya. Kasih berdasarkan pengertiannya memiliki beberapa komponen, tanpa komponen-komponen itu, kasih akan hilang. Ini dibuktikan dengan pengertian-pengertian ekslusif akan kasih.

1. Kasih Itu Sabar

Apakah saya memancarkan jiwa yang sabar yang memampukan saya untuk mendengarkan dan peduli pada orang-orang di sekitar saya? Kasih tidak memaksakan aturan dan batasan waktunya sendiri. Orang-orang, khususnya orang-orang yang terluka, dapat menyedot banyak waktu kita. Orang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan cukup waktu untuknya mendengarkan orang lain. Kasih juga mampu memperlakukan semua orang dengan cara yang benar. Kita cenderung mengharapkan orang lain untuk mendengarkan kita seperti kita mendengarkan orang lain, tetapi sering kali hal ini tidak berhasil. Orang yang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan hikmat untuk memerhatikan setiap orang dengan baik.

2. Kasih Itu Murah Hati

Apakah saya selalu bersikap baik dan peduli pada orang lain? Kasih itu murah hati. Kita mungkin berpikir hal ini tidak perlu dikatakan, namun setelah apa yang telah dilakukan atas nama kasih diteliti baik-baik, kita akan bijaksana bila mengukur kasih hanya dengan gelas ukur yang disebut kemurahan hati. Bila seseorang itu tidak murah hati, berarti dia tidak mengasihi.

3. Kasih Tidak Cemburu

Apakah saya cemburu karena orang lain mendapatkan perhatian? Saat kecemburuan muncul, kita harus mempertanyakan apakah ada kasih. Beberapa orang mengatakan bahwa kasih itu cemburu karena kasih menginginkan dan mengharapkan orang lain. Namun, kasih yang sejati memberikan hak mereka atas perhatian orang lain. Kasih justru memberikan dirinya sendiri supaya orang lain mendapatkan keuntungan.

4. Kasih Tidak Memegahkan Diri

Apakah saya menceritakan keberhasilan saya? Ketika seseorang memegahkan diri, maka objek pembicaraan direndahkan dan dipandang sebagai alat untuk digunakan. Memegahkan diri berarti meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain. Kasih meminta seseorang untuk melihat sisi baik dalam diri orang lain dan lebih sering diam jika belum melihat sisi baik yang ada pada diri orang lain.

5. Kasih Tidak Sombong

Apakah saya merasa lebih baik daripada orang lain? Jika memegahkan diri berbicara tentang keberhasilan seseorang, kesombongan terdapat di dalam pikiran. Kesombongan akan mengeluarkan buah yang tidak diinginkan melalui pandangan, perilaku, komentar, tipuan, dan perlakukan umum terhadap orang lain. Kasih lebih menghormati orang lain di atas keinginan pribadinya.

6. Kasih Tidak Melakukan yang Tidak Sopan

Apakah saya bertingkah laku aneh untuk menarik perhatian orang lain? Tindakan yang tidak sopan adalah tindakan yang aneh untuk menarik perhatian orang lain. Perilaku yang aneh atau kasar menarik perhatian orang lain. Mencari perhatian untuk diri sendiri adalah lawan dari kasih di mana kita seharusnya memberikan perhatian kepada orang-orang yang memerlukan. Kita berfokus pada orang lain.

7. Kasih Tidak Mencari Keuntungan untuk Diri Sendiri

Apakah saya mencari hal-hal yang lebih saya sukai daripada yang disukai orang lain? Ketika kita mencari kesejahteraan diri kita sendiri, kita menghalangi kemampuan kita untuk mengasihi. Kasih mengusahakan kesejahteraan orang lain. Bila kita lebih mementingkan diri sendiri, maka kita akan memberikan perlakuan istimewa pada diri kita sendiri. Kita bahkan akan berbohong, curang, memfitnah, mengumpat, dll. untuk melayani keinginan diri kita sendiri.

8. Kasih Tidak Pemarah

Bagaimana kita menanggapi orang yang menganggu kita? Kasih yang sejati tidak mudah goyah. Kasih yang pura-pura mudah berubah. Seseorang akan mudah marah saat dia hidup untuk dirinya sendiri. Kita pasti merasa tidak nyaman saat tersinggung; setidaknya harga diri kita diserang, namun determinasi kasih tidak akan berubah.

9. Kasih Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain

Apakah saya dengan cepat mengampuni orang lain dan menolak kepahitan? Kasih tidak pahit hati. Mungkin ia terluka, tersakiti, dan teraniaya, namun kasih akan selalu mengampuni. Kasih tidak menyimpan kesalahan atau berencana untuk balas dendam. Kasih menghapus kesalahan setiap hari untuk memampukannya memerhatikan kebutuhan orang lain.

10: Kasih Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan

Apakah saya bersukacita dalam sensualitas atau kekerasan? Entah kita atau orang lain terlibat dalam perilaku yang tidak baik, mereka yang memiliki kasih yang sejati tidak akan bersukacita. Kita melihat kebahagiaan dalam perilaku buruk orang lain. Mereka pikir mereka tidak bersalah atas perilaku mereka itu, namun terkandung suatu kebahagiaan perilaku buruk dalam sikap mereka. Kasih tidak ada di dalamnya.

11. Kasih Bersukacita Karena Kebenaran

Apakah saya menyukai sorakan dan mencoba membuat orang lain terkesan atau menyambut kebenaran? Kasih mungkin rendah hati karena kebenaran, namun kasih masih tetap menemukan kesetiaannya yang terdalam terhadap kebenaran. Kasih tidak memilih-milih orang sehingga menghalangi kebenaran. Pasangan dari kasih adalah kebenaran, di mana cahayanya bersinar terang; tidak ada kebohongan dan ketidaksetiaan.

12. Kasih Menutup Segala Sesuatu

Kesulitan apa yang saya alami dalam hidup ini sehingga saya berani terus mengasihi? Mudah marah berujung pada konflik pribadi yang tidak ada gunanya, misalnya dalam hubungan saudara kandung atau pernikahan. Dengan menanggung segala sesuatu, kasih dapat menahan kekasaran, dosa, dan kebobrokan moral yang absolut. Dari air berlumpur, muncullah bunga lili putih.

13. Kasih Percaya Segala Sesuatu

Apakah saya mampu mencari Tuhan untuk memohon pertolongan, kekuatan dan pembaharuan untuk setiap situasi sulit yang saya alami? Ini tidak merujuk pada toleransi dan ekumenisme masa kini, tetapi kepolosan pendekatannya kepada hidup dan manusia. Kasih terlindungi dari pesimisme usia dan memampukan setiap orang dengan penuh hormat dan harapan.

14: Kasih Mengharapkan Segala Sesuatu

Apakah saya memperlakukan setiap relasi dan orang dengan harapan, meski mereka memiliki masa lalu yang buruk? Kasih bukanlah khayalan buta, namun dengan kesetiannya, kasih dapat melihat ke depan pada kesempatan istimewa yang setiap relasi bawa setiap hari. Kasih hidup dalam pengharapan kepada Tuhan bahwa anugerah Tuhan dapat bersinar di tempat yang gelap.

15. Kasih Menanggung Segala Sesuatu

Hal apa yang saya hargai dan yang tidak ingin saya lepaskan? Kasih sanggup bertahan karena kasih Allah di dalam Kristus adalah selamanya. Kasih yang kita miliki memang terbatas, namun saat kasih Allah memenuhi kita, maka tidak ada yang bisa menghentikannya. Kasih Allah mengatasi rasa malu, celaan, dan kejahatan. Kasih itu rendah hati sama seperti kasih Allah dalam Kristus mengejar hal-hal tersebut sehingga kita bisa menerima kasih itu.

16. Kasih Tak Berkesudahan

Apakah saya percaya pada kasih Allah yang tak berkesudahan? Tidak ada rentang waktu untuk kasih Allah. Kasih Allah tidak berhenti saat matahari terbenam atau dimulai pada minggu yang baru. Kasih illahi akan terus ada ada menembus waktu dan kekekalan. Di malam-malam gelap, akan selalu ada cahaya abadi dari kasih Allah. Kasih akan menyinari kebencian dan menembus hal yang paling buruk dengan pergorbanan.

Bagaimana saya mengetahui bahwa saya jatuh cinta?

Jawaban: Natur kemanusiaan kita memberitahu kita bahwa cinta tidak lebih dari emosi. Kita mengambil keputusan berdasarkan emosi kita, bahwa menikah karena kita merasa “jatuh cinta.” Inilah alasan mengapa kurang lebih setengah dari pernikahan pertama berakhir dengan perceraian.

Alkitab mengajar kita bahwa cinta sejati bukanlah sekedar emosi yang datang dan pergi tapi adalah sebuah keputusan. Kita bukan hanya mencintai orang yang mencintai kita, kita bahkan perlu mencintai mereka yang membenci kita, sama seperti Kristus mengasihi mereka yang tidak dapat dikasihi (Lukas 6:35).

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1 Korintus 13:4-7).

Adalah sangat mudah untuk jatuh cinta dengan seseorang namun ada beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada diri sendiri sebelum memutuskan bahwa “radar cinta” Anda menuntun Anda ke arah yang benar.

Pertama apakah orang tersebut adalah orang Kristen, artinya apakah mereka telah memberi hidup mereka kepada Kristus dan percaya kepadaNya untuk keselamatan mereka?

Juga perlu dipertanyakan, jika seseorang mau memberi hati dan perasaan mereka pada satu orang, apakah mereka bersedia untuk menempatkan orang tsb di atas orang-orang lain dan menempatkan hubungan mereka, setelah menikah, di atas segala-galanya, kecuali dalam hubungannya dengan Tuhan?

Alkitab mengatakan ketika dua orang menikah, mereka menjadi satu daging (Kejadian 2:24; Matius 19:5). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah apakah orang tsb adalah calon pasangan hidup yang baik?

Apakah mereka telah mendahulukan Tuhan di dalam hidup mereka?

Apakah mereka bersedia menggunakan waktu dan tenaga mereka untuk membantu membangun hubungan pernikahan yang bertahan seumur hidup?

Apakah orang itu adalah seseorang yang Anda mau nikahi?

Tidak ada tongkat pengukur untuk menentukan kapan kita jatuh cinta pada seseorang, namun penting untuk membedakan apakah kita sekedar mengikuti emosi kita atau mengikuti kehendak Tuhan untuk hidup kita.

Thursday 5 February 2009

Mengurus/Mengatur Waktu

Satu tanda kedewasaan seseorang terletak pada kemampuan orang itu untuk mengatur waktunya. Waktu adalah sesuatu yang dimiliki oleh semua orang. Kita tidak memunyai kecerdasan yang sama, karunia rohani yang sama, atau kepribadian yang identik, tetapi kita semua memunyai waktu 24 jam sehari.

Yang membuat kita berbeda bukanlah soal banyaknya waktu yang kita miliki, melainkan bagaimana kita menggunakan waktu itu. tanda kedewasaan seseorang terletak pada kemampuan orang itu untuk mengatur waktunya.

Waktu adalah sesuatu yang dimiliki oleh semua orang. Kita tidak memunyai kecerdasan yang sama, karunia rohani yang sama, atau kepribadian yang identik, tetapi kita semua memunyai waktu 24 jam sehari. Yang membuat kita berbeda bukanlah soal banyaknya waktu yang kita miliki, melainkan bagaimana kita menggunakan waktu itu.

Pengaturan waktu yang baik melibatkan enam prinsip:

1. Memunyai tujuan yang jelas.
Kita mencapai apa yang menjadi tujuan kita; tujuan kita itulah yang menentukan hasilnya. Yang membuat kita paling banyak membuang-buang waktu ialah bila tujuan-tujuan kita tidak ditentukan dengan baik -- atau bila kita tidak memunyai tujuan sama sekali. Jika kita tidak tahu dengan jelas apa yang hendak kita capai, maka sering kita melakukan hal-hal yang tidak perlu kita lakukan.

2. Milikilah rencana yang rinci.
Sejak permulaan, kita perlu mengerti ke mana tujuan kita dan bagaimana cara yang tepat untuk mencapai tujuan itu. Misalnya, jika kita akan mengadakan jamuan makan malam untuk dua puluh orang, maka kita perlu mengetahui apa yang akan kita hidangkan, makanan apa yang perlu kita beli, kapan akan menyiapkan makanan itu, dan di mana orang-orang itu akan duduk.

3. Buatlah daftar kerja setiap hari.
Akan lebih baik bila kita menuliskannya, sebab bila kita melihatnya di kertas, maka kadang-kadang kita mendapatkan satu kegiatan yang tidak sepenting yang kita sangka pada awalnya. Tambahan pula, ketika kita mencatat segala sesuatu yang perlu kita lakukan, lebih mudah menolak untuk melakukan apa yang tidak tercatat pada daftar. Satu daftar kerja yang baik menolong kita membedakan antara yang bersifat urgen dan yang penting.

Membuat daftar kerja bukan berarti mengikutinya dengan ketat sehingga Roh Kudus kurang dapat bekerja dalam kehidupan kita. Kita perlu bersikap luwes. Sebuah rencana kerja bukanlah bagaikan baju pengekang, melainkan merupakan alat untuk menolong kita mencapai tujuan. Kita perlu cukup luwes hingga mengizinkan Roh Allah memasuki kehidupan kita dan mengadakan interupsi yang ditentukan oleh Allah. Sebab jika tidak demikian, daftar kerja itu akan menjadi tuan, bukannya alat.

4. Tetapkan prioritas.
Seorang pengusaha pernah bercerita kepada saya tentang peraturan 80/20 yang diikutinya. Ia berkata bahwa untuk setiap tugas, 80 persen nilainya terkandung dalam 20 persen kegiatannya. Jika Saudara memusatkan diri untuk melakukan 20 persen bagian tugas yang berharga 80 persen dari seluruh nilainya, saudara akan menyelesaikan lebih banyak.

Sering saya bertanya pada diri sendiri, "Bagaimana saya dapat menggunakan waktu saya dengan sebaik-baiknya sekarang ini?" Lalu saya teringat akan pernyataan ini, "Anda tidak akan memunyai cukup waktu untuk melakukan segala sesuatu, tetapi Anda selalu memunyai waktu untuk melakukan hal-hal yang penting."

5. Tanganilah suatu tugas hanya satu kali.
Kita dapat melakukan lebih banyak pekerjaan jika kita memusatkan perhatian pada satu tugas sekali waktu dan bertekun sampai benar-benar selesai. Jika tidak demikian, kita hanya akan membuang-buang waktu tanpa dapat menyelesaikan tugas-tugas kita secara tuntas.

6. Kembangkan perasaan memprioritaskan tugas.
Penundaan merupakan pemborosan waktu yang terbesar. Kita perlu mengikuti motto: "Lakukanlah sekarang!"
Memunyai pandangan Tuhan juga bisa menolong kita untuk menggunakan waktu dengan efektif. Dalam Mazmur 90, pada akhir hidupnya Musa menoleh ke belakang dan berkata, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (ayat 12).


Musa memunyai pandangan hidup yang baru ketika ia menyadari bahwa waktu untuk melakukan tugasnya di bumi hanya terbatas. Pada waktu ia memunyai pandangan itu, ia menjadi sadar bahwa ia memerlukan hikmat untuk menggunakan waktunya dengan baik.
Orang sering memberi alasan "Saya tidak memunyai waktu" untuk melayani Tuhan.


Tetapi dalam Efesus 2:10 dikatakan bahwa kita diciptakan di dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan yang baik. Jika kita tidak memunyai waktu, maka kita tidak melakukan pekerjaan yang dimaksudkan Tuhan bagi kita atau kita sedang melakukannya dengan cara yang salah.

Kita memerlukan organisasi yang seperlunya saja untuk memenuhi kebutuhan kita. Organisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Mungkin organisasi kita berlebih-lebihan sehingga kita bersikap memaksa, atau mungkin organisasi kita kurang memadai sehingga menyebabkan kita merasa puas dengan apa yang telah kita capai. Kita perlu menyelidiki keadaan kita untuk mengetahui bagaimana mengorganisasi diri dengan cara yang terbaik. Orang cenderung putus asa ketika mereka membandingkan diri dengan orang lain.

Perbandingan seperti ini merupakan dosa. Kita semua merupakan individu yang unik, dan harus bertanya, "Apa kiranya yang terbaik untuk diri saya?" "Bagaimana saya dapat berfungsi dengan baik sekali?" "Kapankah saya paling efisien?" "Kapan saya paling kurang efisien?" "Dalam waktu-waktu tambahan, apakah saya dapat bekerja paling baik?"

Secara pribadi, saya dapat bekerja paling baik dalam periode 1,5 jam. Setelah itu, saya hanya menghabiskan waktu tanpa dapat menyelesaikan sesuatu. Dulu saya tinggal di kantor saya lebih lama dari 1,5 jam sebab saya pikir bahwa dengan demikian saya menunjukkan sikap mengabdi.

Tetapi hal itu tidaklah efisien. Saya hanya berbicara dengan sekretaris saya atau menelepon seseorang, tetapi saya tidak bekerja. Akhirnya saya tahu bahwa sebenarnya saya bisa melakukan lebih banyak pekerjaan jika saya beristirahat dan kemudian kembali bekerja.

Yang perlu kita hindari adalah sifat kejam dari hal-hal yang urgen. Contoh yang paling baik mengenai hal ini terlihat dalam Yesus Kristus. Ia melayani di bumi selama 3,5 tahun saja, tetapi Ia tidak pernah tergesa-gesa. Ia selalu ada waktu untuk melakukan kehendak Bapa sebab Ia memiliki pandangan yang jelas: Ia mengetahui mengapa Ia datang dan apa yang harus Ia lakukan.

Sebaliknya, kebanyakan orang melakukan tugas yang mendesak, bukan yang penting. Tekanan yang terus-menerus menuntut kita untuk berbuat sesuatu sekarang ini juga. Misalnya, membuat janji dengan dokter pada pukul tiga adalah urgen. Bermain dengan anak-anak adalah penting. Kita melakukan hal-hal yang mendesak, tetapi menunda hal-hal yang penting -- suami atau istri kita, anak-anak kita, ibadah kita.

Kita mengabaikan hal yang penting karena kita kurang terpusat pada tujuan. Tetapi bila kita tidak merencanakan hidup kita, maka orang lain yang akan melakukannya. Kebanyakan kita tidak membuat rencana untuk gagal, tetapi kita gagal untuk membuat rencana. Bila kita tak mengindahkan tujuan kita, maka perhatian kita terpusat pada hal berbuat sesuatu yang lain, tetapi ini merupakan gerakan tanpa arti.

Kunci untuk mengatasi kekejaman hal-hal yang urgen adalah belajar untuk berkata tidak. Katakanlah tidak kepada suatu hal setiap hari, hanya untuk membiasakan diri berbuat hal itu. Kita harus berkata tidak terhadap banyak hal agar dapat berkata ya pada hal-hal yang penting.

“Tetaplah Berdoa.” 1 Tesalonika 5:17

Oleh Riva @ www.PelitaHidup.com

Melalui ayat yang singkat ini Rasul Paulus memberikan nasihat kepada jemaat di Tesalonika untuk tetap berdoa. Ini juga berlaku bagi kita umat Tuhan. Dalam penantian akan kedatangan Tuhan yang kedua kalinya, iblis senantiasa akan mencoba untuk menjatuhkan umat Tuhan. Segala macam tipu daya muslihat akan dilancarkan untuk dapat mengelabui umat Tuhan. Dengan segala kemajuan teknologi dunia inipun iblis juga dengan hebatnya melancarkan serangan.

Banyak kenikmatan dunia yang ditawarkan kepada manusia saat ini, mulai dari barang-barang konsumtif, harta kekayaan, fasilitas-fasilitas kenyamanan, bahkan sampai kepada dunia gemerlap yang penuh dengan godaan. Tawaran obat-obatan dan narkotika semakin hebat menyerang generasi muda. Bahkan era informasi tiada batas melalui internet juga menyerang anak-anak muda dengan segala informasi yang berbau negatif.

Tidak ada manusia yang sanggup bertahan menghadapi berbagai macam tawaran yang begitu menggiurkan. Bahkan manusia akan dibawa oleh iblis untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan semuanya itu.

Hanya ada satu cara untuk dapat menangkis semua godaan itu, yaitu dengan berdoa. “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (Mat 26:41)

Ketika kita berdoa, Roh Kudus akan memberikan kekuatan secara supranatural (tidak kelihatan), sehingga kita dapat menolak semua tawaran-tawaran yang menggiurkan, yang bisa membawa kepada dosa. Kita akan diberikan kemenangan atas setiap pencobaan-pencobaan yang kita alami.

“Supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah. Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.“ (1 Pet 4:2-3)

Kedatangan Tuhan yang kedua kalinya sudahlah dekat. Biarlah waktu yang ada kita gunakan untuk mempermuliakan nama Tuhan. Segala harta kekayaan yang kita miliki, kemudahan/fasilitas yang kita dapatkan, hingga kemajuan teknologi yang ada, pakailah semua itu untuk memperluas kerajaan Alllah. Gunakan segala yang ada untuk hal-hal yang positif dan berkenan di hadapan Tuhan.

Dan tetaplah berdoa, agar kita diberi kekuatan supaya pada akhirnya kita kedapatan tak bercacat dan bercela di hadapan Tuhan pada waktunya.
“Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.” (2 Pet 3:14)

Tuesday 3 February 2009

Doa Semalam Suntuk











[30/01/09] Doa semalam suntuk kami bermula 10.00pm bersama 17 orang, doa ini kami khususkan untuk SahabatPPK, Pembelajaran dan Exam 2009, untuk keluarga, guru-guru dan isu semasa. Kami sehati berdoa agar Tuhan dengan penuh kasih campur tangan dalam semua hal kehidupan anak-anak-Nya.

Melalui doa ini kami menyedari bahawa doa adalah sangat penting sebagai alat kita mengkomunikasikan keperluan dan pergumulan kita kepada Tuhan serta memuji dan menyembah Dia. Kami akhiri doa ini kira-kira 5.00am. terima kasih kepada rakan-rakan yang mengikuti doa ini. Tuhan memberkati kita...

Monday 2 February 2009

seni CINTA sejati - "Happy Valentain day"

Tidak heran bahwa untuk mencapai tujuan yang agung, orang-orang Kristian bergaul dan berpacaran secara berbeda dengan orang-orang non-Kristian.

Pacaran bagi orang Kristian ditandai dengan:

1. Proses Peralihan dari “Subjective Love” ke “Objective Love.”

“Subjective love”sebenarnya tidak berbeda daripada manipulative love iaitu “kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulasi orang yang menerima”. Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan kemauan dan tugas dari sipemberi dan tidak memperhitungkan akan apa yang sebenarnya diingini oleh si penerima.

Sesuai dengan “sinful nature”nya setiap anak kecil telah belajar mengembangkan “subjective love”. Dan “subjective love” ini tidak dapat menjadi dasar pernikahan. Pacaran adalah saat yang tepat untuk mematikan sinful nature, dan mengubah kecenderungan“subjective love” menjadi “objective love”. Iaitu memberi sesuai dengan apa yang baik yang betul-betul diperlukankan si penerima.

2. Proses Peralihan dari “Envious Love” ke “Jealous Love.”

“Envious” sering diterjemahkan sama dengan “jealous” iaitu cemburu. Padahal “envious”mempunyai pengertian yang berbeda. “Envious” adalah kecemburuan yang negatif yang ingin mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya.

Sedangkan “jealous” adalah kecemburuan yang positif yang menuntut apa yang memang menjadi hak dan miliknya. Tidak heran, kalau Alkitab sering menyaksikan Allah sebagai Allah yang “jealous”, yang cemburu (misal:20:5). Israel milik-Nya umat tebusan-Nya. Kalau Israel menyembah berhala atau lebih mempercayai bangsa-bangsa kafir sebagai pelindungnya, Allah cemburu dan akan merebut Israel kembali kepada-Nya.

Begitu pula dengan pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran muda-mudi Kristian harus ditandai dengan “jealous love”. Mereka tidak boleh menuntut “sesuatu” yang bukan atau belum menjadi haknya (seperti: hubungan seksual, hak mengatur kehidupannya, dsb). Tetapi mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, seperti kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah pada Allah dalam Tuhan Yesus, dsb.

3. Proses Peralihan dari “Romantic Love” ke “Real Love.”

Romantic love”
Adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa “kehidupan ini manis semata-mata”. Muda-mudi yang berpacaran biasanya terjerat pada “romantic love”. Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa coba mempertanyakan realitanya, misal:

  • Apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?
  • Apakah dia memang orang yang begitu sabar, “caring”, penuh tanggungjawab seperti yang selama ini ditampilkan?
  • Apakah realita hidup akan seperti ini terus (penuh cumbu-rayu, rekreasi, jalan-jalan, cari hiburan)?

Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran Kristian tidak mengenal“dimabuk cinta”. Pacaran Kristian boleh dinikmati tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.

4. Proses Peralihan dari “Activity Center” ke “Dialog Center.”

Pacaran dari orang-orang non-Kristen hampir selalu “activity- center”. Isi dan pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas (nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dsb.), sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan 2 pribadi yang saling tidak mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristian berbeda. Sekali lagi orang-orang Kristian juga boleh berekreasi dsb, tetapi “center”nya (isi dan pusatnya) bukan pada rekreasi itu sendiri, tapi pada dialog iaitu interaksi antara dua pribadi secara utuh (Martin Buber, “I and Thou”, by Walter Kauffmann,Charles Scribner’s Sons, NY: 1970), sehingga hasilnya suatu pengenalan yang benar dan mendalam.

5. Proses Peralihan dari “Sexual Oriented” ke “Personal Oriented.”

Pacaran orang Kristian bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan keinginan seksual. Orientasi dari kedua insan, bukanlah pada hal-hal seksual tapi sekali lagi (seperti telah disebutkan dalam no. 4) pada pengenalan pribadi yang mendalam.

Jadi, masa pacaran tidak lain daripada masa persiapan pernikahan. Oleh karena itu pengenalan pribadi yang mendalam adalah “keharusan”. Melalui dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer sebagai dasar pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus sampai disini.

Beberapa hal yang utama, antara lain:

a. Imannya.

Apakah sebagai orang Kristian dia betul-betul sudah dilahirkan kembali (Yoh 3:3), mempunyai rasa takut akan Tuhan (Amsal 1:7) lebih daripada ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat - tempat yang tersembunyi dari mata manusia sekalipun ia tetap takut berbuat dosa. Apakah ia mempunyai kehausan akan kebenaran Allah dan menjunjung tinggi hal-hal rohani?

b. Kematangan Pribadinya.

Apakah ia dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya dengan cara yang baik?

Dapat bergaul dan menghormati orang-orang tua? Apakah ia menghargai
pendapat orang lain?

c. Temperamennya/perwatakan.

Apakah ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat? Dapat menempatkan diri dalam lingkungan yang baru bahkan sanggup membina komunikasi dengan mereka?

Apakah emosinya cukup stabil?

d. Tanggung-jawabnya.

Apakah dia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung-jawabnya, baik dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dsb.?

Kegagalan dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang utama di atas. Dan pacaran 10 tahun sekalipun belum mempersiapkan mereka memasuki phase pernikahan.

Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran- pemikiran:

1.Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang dia tidak sukai.

2.Setiap kali bertemu kami selalu mencari acara keluar … atau kami ingin selalu bercumbuan saja.

3.Saya rasa “dia akan meninggalkan saya” kalau saya menuntut kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.

4. Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya bahkan jalan pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dsb.

Semoga bermanfaat