Saturday 6 March 2010

Hidup adalah Penyembahan

~ bagian ketujuh dari delapan artikel ~

Jimmy Setiawan: Seri Penyembahan: Prinsip S.E.M.B.A.H (7/8)


PRINSIP KEENAM:
Hidup adalah Penyembahan

Penyembahan bukanlah sekedar suatu kegiatan pada waktu dan tempat tertentu. Dalam Yohanes 4:20, wanita Samaria coba menjebak Tuhan Yesus dengan pertanyaan pilihan, manakah dari kedua ibadah ini yang terbaik: Apakah ibadah yang dilakukan bangsa Yahudi di Yerusalem atau bangsa Samaria di gunung Gerizim? Pertanyaan wanita Samaria bersifat geografis. Bagi wanita Samaria itu, penyembahan adalah ibadah formal yang dilakukan di suatu tempat dan pada suatu waktu.

Seperti biasa, jawaban Tuhan Yesus sangat mengejutkan karena Dia tidak memilih di antara kedua alternatif jawaban yang ada, melainkan Dia justru memberikan suatu jawaban yang berbeda sama sekali. Jawabannya melampaui pilihan yang disediakan.

Tuhan Yesus berkata bahwa penyembahan tidak lagi terbatas pada ibadah formal (ayat 21). Sejauh penyembahan dilakukan di dalam “roh dan kebenaran”, maka penyembahan dapat terjadi di manapun dan kapanpun. Betapa revolusionernya pengajaran-Nya untuk zaman itu! Bukan saja revolusioner bagi orang Samaria tetapi juga bagi orang Yahudi. Tuhan Yesus sedang menyatakan bahwa penyembahan tidak lagi terbatas pada satu tempat suci atau pada satu waktu khusus. Ini seumpama seseorang yang mengatakan kepada orang Islam bahwa sembahyang di Mekkah tidak lagi yang terutama.

Dan betapa berharganya pengajaran ini bagi kita yang hidup di zaman modern, karena tidak jarang kita pun masih memiliki cara berpikir (paradigma) lama seperti wanita Samaria. Kita sering menganggap bahwa penyembahan hanya terjadi pada hari Minggu di ruang kebaktian gereja. Kehidupan di luar hari Minggu dan gedung gereja bukanlah penyembahan. Itulah yang kita sering percaya.

Sekian puluh tahun kemudian setelah Tuhan Yesus mengatakan pengajaran-Nya, Rasul Paulus merumuskan prinsip yang sangat penting ini dalam Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati.” Ternyata penyembahan adalah seluruh hidup kita. Allah tidak mengenal dikotomi antara hidup yang merupakan penyembahan dan bukan. Seluruh hidup kita, 7x24 jam, adalah penyembahan di hadapan Dia. Terlepas dari kita menyadarinya atau tidak.

Lebih lanjut, penyembahan sebagai gaya hidup bukan hanya ketika kita bersaat teduh, berdoa dan memuji Allah setiap hari. Itu semua penting dan mutlak dibutuhkan untuk kerohanian yang sehat. Namun, jauh dari sekedar devosi harian, penyembahan sebagai gaya hidup adalah ketika kita sungguh mempersembahkan seluruh hidup kita untuk Allah.

Mungkin kita bertanya, bagaimana kita dapat menyembah Allah setiap waktu? Kembali ke definisinya, penyembahan adalah suatu sikap hati dan tindakan kita yang menganggap Allah sebagai yang lebih besar dari diri kita, sehingga kita bergantung pada-Nya. Jika kita me-Raja-kan dan me-Tuhan-kan Allah atas hidup kita, dalam semua aspeknya, maka hidup kita menjadi penyembahan yang berkenan di hati-Nya.

Bagaimana praktisnya? Pertama,
ketika kita meminta pimpinan Allah dalam apapun keputusan kita, itulah penyembahan (Matius 6:33). Dengan menyerahkan setiap proses pengambilan keputusan kepada kehendak Tuhan, kita sudah menempatkan Tuhan sebagai Raja dan Tuhan kita. Kita memprioritaskan Dia. Hal ini sama pentingnya dengan nyanyian pengagungan kita dalam kebaktian hari Minggu.

Kedua,
ketika kita bersyukur atas apapun suka dan duka dalam hidup kita, itulah penyembahan (Mazmur 34:2). Dengan bersyukur, kita menyadari bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu melalui dan dalam hidup kita. Rasa syukur memelihara fokus kita pada Dia. Kita tidak mudah meninggalkan Dia ketika kita berlimpah atau sarat berkat. Tanpa bermaksud vulgar, saya pernah sakit perut tidak bisa buang air besar sekian hari - ini tidak lazim bagi saya. Sampai suatu hari, saya akhirnya berhasil membuang semua "sampah" yang tertimbun. Saya pun sangat bersyukur dan memuji Tuhan di kamar kecil. Tahukah bahwa pada saat itu terjadi penyembahan di kamar kecil yang sama berharganya seperti penyembahan di gedung gereja besar, di mata Tuhan?

Ketiga,
ketika kita menjalankan peran atau tugas kita di kantor, sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat dengan sepenuh hati “seperti untuk Tuhan”, itulah penyembahan (Kolose 3:23). Semua aktivitas kita dapat menjadi penyembahan yang menyenangkan Tuhan bila kita selalu mengalamatkan semuanya untuk kemuliaan Tuhan. Ketika kita menulis laporan pajak toko kita dengan kejujuran yang tidak kompromistis, itulah penyembahan karena itu menyenangkan hati-Nya. Ketika kita mempersiapkan ujian sekolah dengan rajin dan tanggung jawab, itulah penyembahan. Ketika kita berbicara dengan sikap penuh anugerah dan penghargaan terhadap pembantu di rumah, itulah penyembahan. Ketika kita memijat kaki orangtua kita yang sedang kelelahan dengan kasih sayang dan ketulusan, itulah penyembahan. Ketika kita menjaga kekudusan selama pacaran, itulah penyembahan. Bahkan ketika kita tidur, itu dapat menjadi penyembahan selama kita berserah penuh kepada Dia yang menjaga kita.

Pada akhirnya, seluruh momen, peristiwa, dan aktivitas kita dapat - bahkan harus - ditebus untuk kemuliaan Tuhan. Penyembahan yang sejati seharusnya menerobos tembok-tembok gereja. Kalau Allah adalah Tuhan atas setiap inci hidup kita - sebagaimana yang dikatakan Abraham Kuyper - maka Dia patut disembah melalui setiap inci hidup kita itu!

Sifat-Sifat Seorang Pemimpin yang Baik

Jujur. Seorang pemimpin yang baik menunjukkan ketulusan, integritas, dan keterbukaan dalam setiap tindakannya.

Kompeten. Tindakan seorang pemimpin haruslah berdasar pada penalaran dan prinsip moral, bukannya menggunakan emosi kanak-kanak dalam mengambil suatu keputusan.

Berpandangan ke depan dan menetapkan tujuan. Dalam menetapkan tujuan, seorang pemimpin perlu menanamkan pemikiran bahwa tujuan itu adalah milik seluruh organisasi. Ia mengetahui apa yang diinginkannya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Biasanya ia menetapkan prioritas berdasarkan nilai dasarnya.

Memberi inspirasi. Dalam mengerjakan setiap tugas, seorang pemimpin harus menunjukkan rasa percaya diri, ketahanan mental, fisik, dan spiritual. Dengan begitu, bawahan akan terdorong untuk mencapai yang lebih baik lagi.

Cerdas. Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kemauan untuk terus membaca, belajar, dan mencari tugas-tugas yang menantang kemampuannya.

Berpikiran adil. Prasangka adalah musuh dari keadilan. Seorang pemimpin yang baik akan memperlakukan semua orang dengan adil. Ia menunjukkan empatinya dengan bersikap peka terhadap perasaan, nilai, minat, dan keberadaan orang lain.

Berpikiran luas. Pemimpin yang baik menyadari setiap perbedaan yang ada dalam ruang lingkup kepemimpinannya dan mau menerima segala perbedaan itu.

Berani. Seorang pemimpin yang baik selalu bertekun dalam usahanya mencapai tujuan, bukannya terus-terusan berusaha mengatasi berbagai halangan yang memang sulit untuk diatasi. Biasanya, meskipun sedang berada di bawah tekanan, ia tetap tenang dan menunjukkan rasa percaya diri.

Tegas. Anda tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik bila tidak tegas dalam mengambil keputusan tepat di saat yang tepat.

Imajinatif. Inovasi dan kreativitas diperlukan dalam suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin haruslah membuat perubahan tepat di saat yang tepat dalam pemikiran, rencana, dan metodenya. Selain itu, kreativitas sang pemimpin juga terlihat dengan memikirkan tujuan dan gagasan baru yang lebih baik, dan menemukan solusi baru dalam memecahkan masalah.

Donald Clark